5 Hari Di Tanah Sumba

opening sumba

Sudah nonton film Pendekar Tongkat Emas? Kalau belum, nonton deh. Sudah lama Indonesia tidak memiliki film kolosal semacam ini. Lalu apakah saya akan membahas filmnya? Tidak, tidak. Saya akan bercerita tentang perjalanan saya di tanah yang menjadi tempat syuting film Pendekar Tongkat Emas. Tanah Sumba.

Saya dan kedua teman saya, Gita dan Bita, menghabiskan 5 hari di bulan Mei 2014 untuk bertualang di pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur. Kalau ditanya kenapa kami ingin ke Sumba, sebenarnya jawabannya simple; postingan Mira Lesmana di akun Instagram-nya, @mirles. Waktu itu kami baru beberapa hari kembali dari pulau Flores, dan Bita men-tag saya, Gita dan Sandy di postingan @mirles yang memperlihatkan gundukan savana Sumba. Seketika itu pula kami menetapkan bahwa tujuan petualangan kami berikutnya adalah pulau Sumba! Akhirnya, misi yang kami tetapkan di akhir tahun 2012 itu terwujudkan juga 1,5 tahun kemudian. Walaupun pada akhirnya Sandy tidak jadi ikut karena alasan pekerjaan. Ya memang paling menyebalkan kalau tidak jadi berlibur karena alasan pekerjaan, sih. *eh 😛

Tadinya kami bertiga mau menggunakan jasa trip organizer untuk menjelajah Sumba. Tapi karena kami cuma bertiga, harga per orangnya menjadi cukup mahal. Akhirnya dengan berbekal itinerary dari trip organizer, peta pulau Sumba, dan teknologi komunikasi masa kini, kami berbagi tugas untuk mengurus semuanya sendiri. Tiket pesawat kami beli sesuai dengan itinerary kami. Akomodasi kami pesan juga menyesuaikan itinerary dan juga hasil browsing untuk menentukan preferensi penginapan kami. Sedangkan mobil sewaan kami dapatkan dengan meminta tolong kepada pihak hotel untuk mencarikan.

Untungnya tidak butuh waktu lama untuk mengurus semuanya sendiri. Cukup klak-klik mouse komputer, telepon sana-sini, dan kami pun siap berangkat menjelajah tanah Sumba!

Hari Pertama

Perjalanan kami di pulau Sumba dimulai begitu kami menjejakkan kaki di Bandara Tambolaka, Waitabula. Kami sampai di Bandara Tambolaka sekitar jam 11.30, setelah melalui perjalanan selama 1,5 jam dari Bandara I Gusti Ngurah Rai, Bali. Bandaranya seperti baru dibangun, kecil tapi rapi. Sehabis mengambil barang bawaan, kami menuju mobil penjemputan dari penginapan pertama kami, Newa Sumba Resort. Newa Sumba Resort dimiliki oleh putra Sumba yang sekarang menetap di Jakarta. Kami memilih penginapan ini karena letaknya yang di pinggir pantai, yaitu Pantai Newa. Meskipun kalau secara harga dan kemudahan akses, akan lebih baik hotel-hotel yang ada di tengah kota Waitabula. But hey, who doesn’t want to wake up with a view of the beach in the morning?

Mendarat di Bandara Tambolaka

Mendarat di Bandara Tambolaka

Sesampainya kami di resort, kami segera bertemu dengan ibu pengurus resort untuk mengurus kamar dan memesan makanan untuk makan siang. Mumpung bisa, kami meminta untuk disajikan makanan khas setempat, karena kami tidak tahu apakah selama perjalanan nanti bisa mencicipi makanan khas. Sembari menunggu makanan, kami bergerak menuju kamar untuk menyimpan barang sekaligus beristirahat sejenak. Hanya sejenak karena hasrat kami untuk makan siang lebih besar dari hasrat kami untuk leyeh-leyeh.

Pantai Newa jadi view kamar kami di Newa Sumba Resort

Pantai Newa jadi view kamar kami di Newa Sumba Resort

kamar mandi newa resort

Kamar mandinya terletak di luar di belakang kamar 😀

Begitu kembali ke lobby penginapan yang sekaligus menjadi area untuk makan, sudah tersaji di atas meja menu makan siang sesuai pesanan kami; ikan bakar, nasi jagung dan sayur rumpu rampe. Ikan bakar sudah tentu menjadi menu yang jangan dilewatkan ketika makan siang di daerah yang dekat dengan laut, karena biasanya rasanya akan lebih enak. Yang baru untuk kami adalah nasi jagung dan sayur rumpu rampe. Nasi jagung ini terbuat dari beras yang dimasak bareng dengan jagung yang sudah ditumbuk menjadi pecahan kecil. Sedangkan sayur rumpu rampe dibuat dari campuran daun singkong, jantung pisang, bunga pepaya, daun pepaya dan buah pepaya muda. Rasanya? Segar!

nasi jagung

Nasi jagung! Nyam!

rumpu rampe

Sayur rumpu rampe! Nyam!

Sembari makan, kami meminta masukan tujuan wisata di sekitar Waitabula kepada si ibu, karena kami cuma punya rencana untuk menikmati sunset di Pantai Mananga Aba. Si ibu menyarankan kami untuk mampir ke kampung adat Bondo Kapumbu yang tidak jauh dari pusat kota Waitabula. Well, karena kami belum ada ide untuk tempat lainnya, akhirnya kami pergi ke kampung adat Bondo Kapumbu. Dan ternyata pilihan kami tidak salah. Sore hari itu kami belajar banyak soal adat dan budaya masyarakat Sumba dari obrolan dengan warga kampung Bondo Kapumbu, yang ternyata baru akan dinobatkan menjadi kampung wisata pada waktu itu.

Pelataran kampung adat Bondo Kapumbu

Pelataran kampung adat Bondo Kapumbu

Setelah puas mengobrol, kami pun melanjutkan perjalanan sesuai rencana kami, yaitu menikmati sunset di Pantai Mananga Aba. Pantai Mananga Aba, atau dikenal juga dengan nama Pantai Kita, punya keunikan tersendiri. Kita bisa menikmati sunrise dan sunset  di pantai ini. Sunrise bisa dinikmati di salah satu ujung pantai ini, sedangkan sunset bisa dinikmati di ujung lainnya. Di pantai ini juga terdapat satu beach-front hotel bernama Mario Hotel & Cafe yang bisa jadi alternatif tempat menginap.

Pantai Mananga Aba

Pantai Mananga Aba

Setelah dari Pantai Mananga Aba, supir mobil rental kami membawa kami ke resto modern yang cukup hits di seantero Sumba Barat Daya; Warung Gula Garam. Warung Gula Garam ini dimiliki dan dikelola oleh seorang bule asal Perancis bernama Louis. Menu makanannya beragam, dari masakan Indonesia seperti nasi goreng hingga western food seperti pizza. Dekorasi tempatnya bagus, ambiensnya membuat nyaman untuk duduk santai sambil mengobrol.

Warung Gula Garam @ Tambolaka, Sumba

Warung Gula Garam @ Tambolaka, Sumba

Hari Kedua

Awalnya kami berencana bangun pagi untuk menikmati sunrise di Pantai Newa. Tapi ternyata gaya gravitasi kasur hotel lebih kuat dari niat kami pagi itu. Jadilah kami hanya leyeh-leyeh glandang-glundung di kasur, dan tak lama kemudian memaksakan diri bangun dari kasur untuk menyegerakan mandi pagi dan sarapan supaya itinerary kami hari itu bisa dijalani semua.

Perjalanan kami hari itu diawali dengan mengunjungi Rumah Budaya Sumba. Rumah Budaya Sumba ini didirikan oleh Pastor Robert Ramone dengan nama resmi “Lembaga Studi & Pelestarian Budaya Sumba” dan diresmikan pada tahun 2011. Dari namanya terlihat jelas bahwa Rumah Budaya Sumba ini adalah museumnya Sumba. Dibangun dengan bentuk rumah khas Sumba dan diisi dengan benda-benda yang berkaitan dengan tradisi dan budaya Sumba, seperti berbagai jenis kain, perhiasan, dan peralatan rumah tangga. Sayangnya tidak boleh foto-foto di dalam museumnya. Oh iya, di komplek Rumah Budaya Sumba ini ada penginapannya, lho. Bentuknya model resort gitu dengan bangunan kamar yang terpisah-pisah, walaupun cuma sedikit jumlah kamarnya. Tadinya kami mau menginap di situ, sayangnya waktu itu tidak available.

Rumah Budaya Sumba

Rumah Budaya Sumba

Tidak berlama-lama di Rumah Budaya Sumba, kami segera pergi menuju Danau Weekuri. Sebelumnya kami sudah googling bagaimana penampakan Danau Weekuri. Tapi tetap saja waktu sampai di tempatnya, kami terkesiap dan menahan napas seakan-akan belum pernah lihat penampakannya. Danaunya jerniiih bangeeet. Berenang di dalamnya seakan-akan berenang di kolam pribadi karena tidak banyak orang yang pergi ke sana. (Well, tidak banyak orang yang pergi ke Sumba lebih tepatnya.) Warga lokal yang ada pun hanya menonton kami berenang dari pinggir danau.

Danau Weekuri

Danau Weekuri

Puas berenang siang bolong di Danau Weekuri, kami pun bergeser ke Pantai Mandorak. Kenapa bergeser? Karena letak Pantai Mandorak ini tidak jauh dari Danau Weekuri. Awalnya kami tidak berencana ke pantai ini. Bahkan mendengar namanya pun belum pernah. Driver kami yang menyarankan untuk ke sana sekalian karena letaknya yang dekat dengan Danau Weekuri. Dan untungnya kami ke sana. Jujur, mungkin ini pantai terindah yang pernah saya kunjungi seumur hidup saya. Pantainya sih kecil, tapi tempatnya yang tersembunyi dan bentuknya yang unik dikelilingi tebing karang. Bagus banget.

Kalau memang benar adanya sebutan “paradise on earth”, Weekuri dan Mandorak inilah salah duanya.

Pantai Mandorak

Pantai Mandorak. Simply stunning!

Panoramic view of Mandorak beach

Panoramic view of Mandorak beach

Dari Mandorak, kami bergerak menuju kampung adat Ratenggaro. Kampung adat ini terletak di pinggir pantai Ratenggaro dan muara sungai Waiha. Sekilas kampung adat ini terlihat seperti kampung adat lainnya, namun rumah mereka memiliki atap yang lebih tinggi dibandingkan rumah di kampung adat lain pada umumnya. Di antara rumah-rumah itu, terdapat dua rumah yang memiliki atap lebih tinggi dibanding lainnya. Rumah itu merupakan rumah kepala kampung dan wakilnya. Tentu rumah kepala kampung yang memiliki atap paling tinggi, sedangkan rumah satunya dengan atap yang sedikit lebih rendah adalah rumah wakil kepala kampung. Di kampung ini juga terdapat tiga kuburan batu yang letaknya di pinggir laut, agak terpisah dari area kampung. Tiga kuburan batu itu adalah kuburan bersejarah yang berusia sangat tua dan berukuran sangat besar. Salah satunya bahkan memiliki tinggi 2 kali orang dewasa dan memiliki ukiran ornamen; berbeda dengan kuburan batu umumnya yang berbentuk kotak polos. Kuburan itu adalah kuburan Garo, orang pertama yang menghuni kampung ini. Makanya kampung ini dinamai Ratenggaro, yang merupakan gabungan dari kata “rate” yang berarti kuburan dan kata “garo” yang merupakan nama orang pertama di kampung ini.

Oh iya, kalau kamu melihat ke arah kampung Ratenggaro dari area kuburan Garo ini, akan terlihat kemegahan kampung ini. Seakan-akan kamu memasuki mesin waktu, pergi ke masa lalu dan menatap istana kerajaan zaman dahulu yang berjaya pada masanya.

The majestic Ratenggaro village

The majestic Ratenggaro village

Berfoto di depan kuburan Garo, pendiri kampung Ratenggaro

Berfoto di depan kuburan Garo, pendiri kampung Ratenggaro

Dari kampung Ratenggaro, kami bergegas untuk mengejar sunset di pantai Pero. Masih seperti pantai-pantai sebelumnya, akses ke pantai ini tidak mudah. Kami harus melewati jalan kecil yang dikelilingi pepohonan dan alang-alang untuk sampai di pantai Pero. Pantai Pero ini tempat yang bagus untuk menikmati sunset. Sayangnya kami tidak berlama-lama bermain dan berfoto ria di pantai ini, daripada harus terjebak kegelapan di antara pepohonan dalam perjalanan pulang dari pantai ini.

Sunset di pantai Pero

Sunset di pantai Pero

Hari Ketiga

Rise and shine, baby! Setelah gagal di hari sebelumnya, pagi itu kami benar-benar bertekad untuk bangun pagi dan menikmati sunrise di pantai Newa karena ini hari terakhir kami di Newa Sumba Resort. Sunrise, fresh air, barefoot on cold sand; a perfect way to start the day. Dreaming of waking up with these every morning.

morning breeze pantai newa

Morning breeze at Newa beach

Setelah menghabiskan waktu menjelajah Sumba Barat dan Sumba Barat Daya selama dua hari, di hari ketiga kami melakukan perjalanan ke Sumba Tengah. Kami singgah di beberapa tempat selama perjalanan hari itu; mata air Waikelo Sawah, kampung adat Tarung dan Waitabar, serta air terjun Lapopu.

Ketika sampai di mata air Waikelo Sawah, tidak ada semacam tanda petunjuk tempat wisata. Kami turun di sebuah jembatan, dan yang kami lihat adalah semacam bendungan air kecil. Tapi setelah berjalan kaki ke atas bendungan, terlihat bahwa air mengalir keluar dari mulut gua yang ada di balik bendungan tersebut. Mata air ini menjadi sumber penghidupan masyarakat Sumba di sekitarnya.

mata air waikelo sawah

Mata air Waikelo Sawah

pengairan dari waikelo

Pengairan dari mata air Waikelo Sawah. Stunning view by the way, yes?

Persinggahan selanjutnya adalah kampung adat Tarung dan Waitabar. Meskipun ada dua kampung, namun sebenarnya mereka terletak berdempetan di satu lokasi yang sama tanpa pemisah. Yang unik dari kampung ini adalah letaknya yang di atas sebuah bukit di daerah Waikabubak. Karena letaknya yang di atas bukit, kontur tanah kedua kampung ini tidak rata alias berundak-undak. Dari kampung ini kamu juga bisa melihat pemandangan kota Waikabubak dari kejauhan. Di kampung ini, kami berkesempatan untuk masuk ke dalam sebuah rumah dan dijelaskan mengenai susunan isi rumah Sumba serta pernak-pernik alat rumah tangganya. Waktu itu kami juga beruntung karena berkesempatan untuk mengobrol dengan Mama, salah satu tetua di kampung Tarung. Obrolan kami diisi dengan cerita Mama mengenai perjuangannya untuk menjadikan Marapu, agama/kepercayaan asli masyarakat Sumba, agar diakui sebagai agama resmi di Indonesia.

pose at kampung tarung

Sesekali nampilin foto sendiri boleh dong? 😀 (at Kampung Tarung)

Berbincang dengan Mama, sang pejuang agama Marapu dari kampung Tarung

Berbincang dengan Mama, sang pejuang agama Marapu dari kampung Tarung

Persinggahan ketiga adalah air terjun Lapopu. Air terjun ini terletak di dalam Taman Nasional Manupeu Tanah Daru. Aksesnya cukup sulit. Meskipun ada jalan untuk mobil, namun karena menanjak dan belum diaspal, mobil menjadi sulit untuk jalan menanjak karena jalan yang beralaskan kerikil. Terpaksa mobil diparkir di kantor yang terletak di jalan masuk menuju air terjun Lapopu, dan kemudian perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki. Sebelum sampai di lokasi air terjun, kami perlu berjalan di atas bebatuan di pinggir sungai dan kemudian melewati jembatan yang terbuat dari bambu yang hanya diikat dengan tali akar. Cukup adventurous. Tapi begitu sampai di depan air terjun, kamu akan lupa dengan segala upaya dan kesusahan menuju air terjun. Tidak seperti air terjun pada umumnya yang langsung terjun bebas dari ketinggian, air di air terjun Lapopu turun mengalir mengikuti kontur bebatuan. Indah, deh!

Trekking menuju air terjun Lapopu

Trekking menuju air terjun Lapopu

air terjun lapopu

Air terjun Lapopu

Oh iya, selagi dalam perjalanan menuju Lapopu, kami sempat berhenti di daerah Lapale. Dari area perbukitan di daerah Lapale, kita bisa melihat hamparan savana hijau. Sayangnya waktu itu cuaca sedang mendung. But still, beautiful scenery!

Pemandangan hamparan savana di Lapale dari atas bukit

Pemandangan hamparan savana di Lapale dari atas bukit

Selesai dari air terjun Lapopu, driver kami segera memacu kendaraan menuju penginapan kami di Sumba Tengah, yaitu Sumba Nautil Resort. Hari sudah mau maghrib, sedangkan sang driver harus kembali ke Sumba Barat Daya setelah selesai mengantar kami. Setelah perjalanan yang cukup panjang dan sempat hampir menyasar karena jalan yang gelap, akhirnya malam itu kami sampai di Sumba Nautil Resort. Awalnya kami pikir penginapan kami di Newa Sumba Resort sudah cukup mewah. Namun begitu kami masuk ke dalam kamar di Sumba Nautil Resort, ternyata kami salah. Penginapan kami di sini lebih mewah. Selain karena harganya, kamar di sini juga ada TV-nya! Memang kalau bertualang di daerah, penginapan dengan TV menjadi suatu kemewahan tersendiri, hehe. Oh iya, alasan kami memilih untuk menginap di sini adalah karena dekat dengan pantai Marosi, salah satu tujuan kami berikutnya.

kamar sumba nautil resort

Penampakan kamar kami di Sumba Nautil Resort

Hari Keempat

Agenda kami tidak banyak di hari keempat. Hanya mengunjungi pantai Marosi, lalu berkendara menuju Waingapu. Karena cukup santai, pagi itu kami menikmati fasilitas penginapan dulu. Sebelum sarapan, kami menyempatkan diri untuk berenang terlebih dahulu. Kapan lagi berenang dengan pemandangan pantai Marosi di kejauhan. 😎

Berhubung pemilik sekaligus pengelola Sumba Nautil Resort ini orang bule, maka sarapan kami pun sarapan ala orang bule; omelette dan roti tawar lengkap dengan selai dan mentega. Setelah sarapan, kami pun bergegas menuju pantai Marosi. Dari Sumba Nautil Resort, pantai Marosi dapat ditempuh dengan menggunakan mobil (5 menit) maupun jalan kaki (30 menit). Tentu saja kami memilih naik mobil karena waktu kami yang singkat. *alasan 😛

Breakfast with a view of Marosi beach and Indian ocean.

Breakfast with a view of Marosi beach and Indian ocean 😎

Pantai Marosi ini pasirnya tidak sehalus pasir pantai yang kami datangi sebelumnya di Sumba. Tapi tentu tidak kalah bagus dari pantai lainnya. Garis pantai yang panjang dan air laut yang berwarna biru tosca, ditambah kontur tepi pantai yang berkelok membuat pantai Marosi memiliki kecantikannya tersendiri.  Selain itu, ada suatu area yang menjorok ke dalam hanya berupa hamparan pasir dan beberapa pohon. Seakan sedang berada di padang pasir namun dengan latar belakang bukit savana Sumba. Cakep!

pantai marosi

Pantai Marosi

Padang pasir kecil di pantai Marosi dengan latar belakang bukit savana di kejauhan

Padang pasir kecil di pantai Marosi dengan latar belakang bukit savana di kejauhan

Oh iya, ada beberapa pantai lainnya di sekitar pantai Marosi. Kami pergi ke salah satu pantai setelah dari pantai Marosi, yaitu pantai Kerewei, yang mana pasir di pantai ini berwarna abu-abu. Tidak berlama-lama bermain di pantai Kerewei, kami segera kembali ke resort untuk bebersih dan packing.

Pantai Kerewei yang cukup berombak

Pantai Kerewei yang cukup berombak

Setelah check out dari Sumba Nautil Resort, perjalanan panjang kami menuju Sumba Timur pun dimulai! Jalanan menuju Sumba Timur sangat mulus. Mungkin karena merupakan jalan lintas propinsi maka jalan tersebut beraspal dan terawat. Kurang jelas penanda antara kabupaten di pulau Sumba ini. Tapi kamu bisa tahu bahwa kamu sudah memasuki area Sumba Timur ketika terlihat hamparan bukit savana.

Yup, kalau Sumba Barat dan Sumba Barat Daya terkenal akan kampung adat yang bertebaran dimana-mana, kalau Sumba Timur terkenal akan savana yang berhamparan dimana-mana. Foto hamparan savana inilah yang “menggelitik” kami untuk mengunjungi Sumba. Selama perjalanan, kami bisa saja secara mendadak meminta driver kami untuk berhenti karena kami ingin berfoto-foto. Mungkin sebaiknya dari awal perjalanan driver kamu perlu diberi warning terlebih dahulu biar nggak kaget. 😀

Hamparan savana di Sumba Timur

Hamparan savana di Sumba Timur

Taking picture with a background of savanna at East Sumba

Taking picture with a background of savanna at East Sumba

menyeberangi savana sumba timur

Ibu dan anak memasuki area semak belukar menyeberangi savana

savanna east sumba

(Another) Savanna at East Sumba

Senja sudah mulai menggantung ketika kami hampir sampai di kota Waingapu. Namun sebelum masuk ke Waingapu, kami sempatkan untuk belok ke arah pantai Londa Lima untuk menikmati sunset di sana. Sebelumnya pantai ini tidak masuk di itinerary awal kami. Namun kami menyimpan gambar peta Sumba di smartphone kami untuk melihat-lihat kalau ada pantai atau spot yang bisa kami kunjungi sembari menuju tempat yang sudah dalam itinerary. Dan karena Londa Lima ini terletak dekat dengan kota Waingapu, kami memutuskan untuk singgah terlebih dahulu.

Hampir senja di pantai Londa Lima

Hampir senja di pantai Londa Lima

Hari Kelima

Akhirnya hari terakhir di Sumba pun tiba. *huft*

Di hari terakhir, kami sempatkan diri untuk main ke pantai Walakiri. Kenapa kami ke Walakiri? Jawabannya (lagi-lagi) adalah karena melihat postingan Instagram Mira Lesmana. XD

Tidak ada petunjuk yang jelas untuk menuju ke pantai Walakiri. Tempatnya pun tersembunyi di balik padang rumput dan pepohonan. Kamu perlu bertanya pada warga sekitar untuk mencapai pantai Walakiri. Dan ketika kami sampai di sana, memang pantainya bagus, saudara-saudara! Uniknya adalah ada perbedaan yang jelas antara pasir di area pantai dan di area bekas laut surut. Pasir di bekas laut surut seperti semen basah yang kemudian kering. Terasa padat ketika berjalan di atasnya. Lalu ada area dengan pasir yang beralur garis-garis. Di sini juga banyak pohon mangrove. Bagus untuk fotografi! Kamu bisa dapat banyak foto artistik di pantai Walakiri.

pantai walakiri

Pantai Walakiri

Garis batas dua tekstur pasir yang berbeda di pantai Walakiri

Garis batas dua tekstur pasir yang berbeda di pantai Walakiri

Deretan phon mangrove di pantai Walakiri

Deretan pohon mangrove di pantai Walakiri

Selagi dalam perjalanan menuju Walakiri dari penginapan kami di Waingapu, Hotel Tanto, tiba-tiba kami melihat gerombolan kuda yang sedang dilepas untuk sarapan di padang rumput. Langsung kami minta driver untuk menghentikan mobil saat itu juga untuk foto-foto.

Gerombolan kuda sedang sarapan di padang rumput dekat kota Waingapu

Gerombolan kuda sedang sarapan di padang rumput dekat kota Waingapu

Groufie in front of the horses!

Groufie in front of the horses! 😀

Dan akhirnya tibalah saatnya kami harus pergi menuju bandara. 😥 Kami harus terbang kembali ke Denpasar dari Bandara Umbu Mehang Kunda, Waingapu, pukul 11.50 dengan pesawat Wings Air. Secara ukuran, bandara ini kurang lebih sama besarnya dengan Bandara Tambolaka, namun terlihat lebih kuno.

Dengan demikian, berakhirlah petualangan kami di Sumba. Tentunya lima hari bukan waktu yang cukup untuk menjelajah Sumba sampai puas. Masih banyak sekali tempat yang belum kami kunjungi di pulau Sumba. Apalagi kalau melihat ulasan tempat-tempat lain yang belum kami kunjungi di Sumba, rasanya ingin kembali lagi ke Sumba. Tapi yang membuat kami puas adalah akhirnya kami bisa menjejakkan kaki di pulau lain di Nusa Tenggara Timur. Nusa Tenggara Timur is a very beautiful province, indeed. And Sumba is indeed worth your visit.

Ayo main ke Sumba!

Ayo main ke Sumba!

Notes:

  • Seperti Flores, perjalanan di Sumba bisa dijalani dengan dua cara tergantung preferensi kamu, dari barat ke timur ataupun dari timur ke barat.
  • Ada banyak pilihan penginapan di kota Waitabula dan Waingapu. Kamu bisa pilih yang sesuai dengan budget kamu.
  • Ada satu recommended spot lagi yang tadinya mau kami kunjungi, namun tidak jadi karena kurang cukupnya waktu kami, yaitu pantai Tarimbang. Kalau ke pantai Tarimbang, kamu bisa menginap di Peter’s Magic Paradise.
  • Agar lebih mudah, lebih baik minta pihak hotel tempat kamu menginap untuk booking rental mobil. Waktu itu mobil rental dari Newa Sumba Resort kami pakai untuk keliling Sumba Barat Daya dan Sumba Barat sampai mengantar kami ke Sumba Nautil Resort (hari pertama sampai ketiga). Sedangkan mobil rental dari Sumba Nautil Resort kami pakai hingga mengantar kami ke bandara Waingapu (hari keempat dan kelima).
  • Bawalah bekal makanan selama perjalanan karena sulit untuk menemukan tempat makan selama perjalanan terutama ke daerah-daerah yang terpencil. Bekal makanan bisa kamu beli sebelumnya di kota.
  • Sebagai tambahan informasi, di bawah ini peta wisata Sumba yang bisa kamu jadikan acuan kalau mau cari tambahan destinasi di Sumba. Petanya bisa kamu unduh juga di sini.
Peta wisata Sumba

Peta wisata Sumba (sumber: sumba-information.com)

*pictures courtesy of Inu, Bita, Gita

85 pemikiran pada “5 Hari Di Tanah Sumba

    • Hahaha malah modus ma temen gw -__-” Agak kurang puas sih Riev. 6 hari lah biar bisa dapet Tarimbang plus jelajah Sumba Timur. Di Sumba Timur landscape nya kece, terus pantainya banyak juga.

      • Nah, seminggu puas deh tuh. Oiya, driver nya oke kok. Yaa kalau dapet yang bukan asli orang Sumba sih mungkin nggak bisa cerita banyak ya orangnya. Waktu di Newa Sumba sebenernya gw ditawarin pake guide resmi gitu, tapi kita memutuskan nggak pake. Beda Riev, pas dateng di bandara Tambolaka (barat), baliknya lewat bandara Waingapu (timur). Gw update deh postingannya, ditambah peta wisata Sumba.

  1. Ping balik: Mendadak Artistik di Walakiri | kaburbentar

  2. Ping balik: Soal Daging Sapi di Sumba NTT – Sosial Budaya, Ekonomi, Keamanan | Spirit and Courage

    • Halo mba. Iya kami sewa mobil selama di Sumba biar efektif perjalanannya karna cuma 5 hari. Kami dr barat ke timur makan waktu 2-3 hari mba karna kami mampir2 selama perjalanan termasuk nginepnya

      • Halo mau tanya kalo disana buat sewa mobil gtu kisaran brp harga ya?dan recomendnya sewa dimana ya?makasih banyak banyak yah!

      • Halo rafika! Waktu itu saya 600rb per hari all in. Tapi kemaren temen saya nanya udah naik jadi 800rb 😦 Tapi coba ditanya dulu aja. Kalo saran saya sih, mending minta sewain sekalian dr pihak hotel tempat kamu nginap. Harganya ga akan beda jauh sama kalo cari kontak rental mobil lainnya sendiri.

    • Halo wanda! Waktu itu saya 600rb per hari all in, tapi kemaren temen saya nanya skrg udah naik jd 800rb 😦 Tapi coba ditanya dulu aja ya. Waktu itu saya minta dicariin sama orang hotel Newa, jadi saya adanya kontak orang hotel Newa Sumba Resort – Ibu Susan +6281339187077

    • Halo Tessa, sory baru balas ya. Hmm lupa budget persisnya, tapi total2 kayaknya per orang abis 7 juta. Itu juga dengan hotel2 yg model resort, masih banyak penginapan yg lebih murah. Rental mobil waktu itu 600rb per hari udah sama bbm dan driver, tapi kemaren saya denger temen saya udah naik harganya lumayan jauh.

  3. Wah Blog nya keren sekali mas! Saya dari tahun lalu pengen banget ke Pulau Sumba, tapi belom kesampaian. Rencananya bulan dpn saya mau kesana. Mohon pencerahan infonya mas hehe. Saya berangkat dari Denpasar Bali, kalau ke pulau sumba barat destinasi airportnya lebih dekat Waikabubak atau Tambolaka? Trus semua hotel tempat mas Inu nginap itu pasti udh di booked duluan, gak mungkin on the spot kan? Bookingnya lewat booking online or by phone? Kalo mau rental mobil lebih amannya di hotel atau tempat rental? Ada referensi mas untuk sopirnya? Saya sebenernya mau nginap di Nihiwatu juga sama suami, tapi lewat booking online kenapa full terus ya, mungkin kamarnya cuma sedikit 🙈😬. Mas Inu ke tempat2 spot yg bagus2 itu sama sopir doang atau ada guide lagi mas? Kalau ada guide, punya nomer tlp nya mas? Atau supirnya. Dari semua tempat yang mas Inu kunjungin , tempat mana yg paling favorite dan highly recommended yg harus dikunjungin, jangan ampe kelewatan :). Ditunggu balasannya, makasih mas! 🙂

    • Hai Venna! Aduh maap banget baru bales. Waikabubak / Tambolaka itu airportnya cuma 1 kok di Sumba Barat, kodenya TMC kalo ga salah. Kalo di timur baru namanya Waingapu. Semua hotel saya booking by phone. Rental sih kita kemaren lewat hotel ya, karna bingung cari kontak rental ngga dr hotel. Tp kalo ga salah di blog marischkaprue ttg Sumba ada kontak agent utk sewa mobil. Saya kmrn ngga pake guide, jd berbekal aja list tempat2 yg mau dikunjungin trus ngomong ke supirnya, kalo ngga tau tanya orang2 setempat di jalan hehe

    • Hai Nana! Aduh maaf banget baru bales nih.
      Hmm, saya lupa angka persisnya sih, tapi kayaknya kemarin di trip saya ini seorang habisnya sekitar 6.5 juta.
      Tapi itu dengan penginapan yang emang cukup oke sih. Masih banyak penginapan lain yg lebih terjangkau harganya, jadi jatuhnya mungkin bisa lebih murah..

    • Halo mba Cony! Salam kenal!
      Hmm, sepanjang jelajah Sumba nya sewa mobil yang nyaman, trus nginep di hotelnya juga oke, rasanya bawa bayi fine2 aja kok. Kebetulan juga hotel2 yang saya inepin dan ceritain di blog ini hotelnya oke2 semua 🙂

    • Halo mba Yacintha!
      Wah senangnyaa ada orang Sumba asli yang baca!
      Thanks a lot ya mba, nanti saya kabar2in kalau maen ke Sumba lagi, pengennn banget balik Sumba lagi 🙂

    • Hi Juliet, maaf banget baru balas nih.
      Waktu itu saya trip selama 5 hari, hujan sempat turun selama setengah hari di satu hari aja sih, sisanya cerah aman terkendali 😀

    • Hi Nando, thanks ya!
      Waktu itu saya sewa mobilnya yang sehari pp gitu jadi ngga nanggung penginapannya. Kalo makan iya sekalian kami ajak makan pas kami makan.

  4. ihh keren tulisannya…thanks ya for the info.
    btw klo guide resmi bisa sekalian jadi supir ga sih 😛
    dan rate nya brp klo pake guide resmi?
    trus nanya donk…kalo ke desa2 adat gt, di desa adat nya ada semacam guide sendiri yang bakal jelasin kan? bingung jg klo misalnya planga plongo ga ada yg jelasin 😀

    • Hi, Vita! Makasih yaa 🙂
      Wah kurang tau saya kalo pake guide resmi berapa, kemaren saya ga pake guide soalnya.
      Mending supir aja yang dijadiin guide hehe. Yaa walaupun sering mereka ngga tau detail cerita tempatnya sih.
      Kemaren sih saya pas ke 2 desa adat, dua2nya ada guide nya kok, apalagi kalo desa adatnya emang udah sering banget dikunjungin / yg biasa masuk ke itinerary, pasti ada guide di desanya. Salah satu alasan saya ngga pake guide kemaren itu sih, kalo ke desa adat ada guide nya sendiri, kalo ke pantai2 ga perlu penjelasan2, kalo mo nanya2 selama perjalanan tanya supir aja syukur2 dia tau hehehe..

  5. Hi Inu,

    thanks ya penjelasannya.
    Boleh nanya lagi ga…punya contact kalo mau nginep di pusat kebudayaan sumba ga?
    pernah dapat dari salah satu blog nomornya kak Novi (0812xxxxx599) tidak aktif.
    makasih ya….

  6. Haiii saya orang sumba asli(asal lewa) atau bisa di bilang sumba tengah…..
    ayoo ke Sumbaaa temat oma aku deket tempat syuting film pendekar dan depan rumahnya langsung pantai…
    jadi kangen sumba akunya:(

  7. hallo.. salam dari Sumba..
    thx bgt buat kaburbentar.com yang udah buat review menarik ttg Sumba.
    ini sangat membantu promosi pariwisata Sumba..
    sekalian numpang promosi boleh ya.. kami dr team tour-sumba.com (tour operator lokal) ingin membantu teman-teman yang ingin liburan ke Sumba lewat share info dan tawaran paket wisata.

  8. thx bgt buat crew kaburbentar.com buat review yang sangat menarik ttg Sumba. sebagai orang Sumba, saya sangat bangga dan senang dengan tulisan ini..
    ini sangat membantu promosi wisata Sumba. Semaga semakin banyak yang mengunjungi dan mencintai Sumba.
    oya, bagi teman-teman yang pengen liburan ke Sumba boleh berbagi info dgn saya (081392655696)
    mksh ya..

  9. halo mas, salam kenal, keren bangeett, sempet ragu mw k Sumba tapi bgtu nemu postingan ini, okeh kita harus k Sumba heer..mw tanya donk mas, kira2 kapan waktu yg pas kalo mw k Sumba??terimakasih mas

    • Halo Jibeh, salam kenal ya. Sory baru bales nih. Iya Sumba bagus banget, jangan ragu! Hehe. Hmm waktu itu saya ke sana bulan Mei cuacanya oke sih, jadi mungkin bagusnya pertengahan tahun deh. 🙂

  10. Saya sedang di sumba barat dayaaa…. yeyyyyy.. ni td sedang cari nama resto selain gula garam yg bentuknya kayak pura Bali gt. Eh malah nemu blog kamu. Jd tertarik baca krn ni kedua kali aq ke sumba barat/daya dan sdh pernah menjelajahi Walakiri dan bukit Warindingnya Sumba Timur. Udh foto2 kece sama dancing mangrove tree Walakiri pula. Sama kayak kamu, crtnya napak tilas instagram Miles hahaha…Hmm… aq emang dalam rangka dinas kesini. Tp pastilah sempatin escape juga.. Sumba memang kerrennnnnn…

    • Hai Indah, sorry baru bales. Waktu itu saya total jenderal sekitar 7 juta, flight akomodasi rental mobil makan dll. Bisa lebih murah kalo tinggalnya di hotel yang lebih murah

  11. hi mas Inu, saya berencana ke Sumba bln ini, klo high season bgini rame gk ya disana? krn poto2 mas inu trlihat sepi. kira2 impact gk ya dg cuaca yg kurang jelas akhr2 ini…saya takut ujan jd tdk mnikmati pantai nya…oya, t4 wajib yg kudu didatangin apa aja ya? saya jg ada plan mnginap di peter’s magic paradise.
    makasi…

    • Hi YulTob, sorry baru balas nih. Saya kurang tau kalau high season begini gimana, tapi kayaknya sih belum begitu banyak ya orang yang ke Sumba, jadi ngga perlu khawatir untuk penuh kayak Bali. Oiya saya yang belum kesampaian ke Tarimbang waktu ke Sumba kemarin. Walakiri saya suka sih. Akhirnya jadi ke Sumba bulan ini kah?

    • Hi Nuryadi, saya belum pernah ke Sumbawa, pernahnya ke Sumba 🙂 Kontak saya ada di website page “tentang kabur bentar”. Tapi kalau harga untuk solo backpacker, saya kurang paham, karena waktu itu saya ke sana bertiga, sewa mobil kemana-mana, dan akomodasi yang kami pilih kelasnya menengah ke atas, jadi bukan tipe perjalanan backpacking. Maaf kalau kurang bisa membantu ya..

      • Jadi kangen ke Sumba lagi. Kemarin saya kesana seminggu Dan kebetulan mendapatkan kontak para driver lokal. Numpang mempromosikan jasa mereka ya.
        Bapak Philip (orang Flores) +62 812-3899-9959
        Dan bapak Pieter (orang Sumba) 0852-3999-0719
        Enjoy gaes !

  12. Nice journey! Mantap..
    Tertarik buat datengin sumba.
    Sedikit masukan, untuk dicantumkan harga-harganya seperti transportasi dan logistik ( biaya rental mobil dan makan) serta biaya penginapan. Agar turut membantu teman-teman yg sudah membaca ini dan ingin ke sumba. Terimakasih

  13. Siang mas Inu,

    saya rencana ada mau ke Sumba, nah ke sana akan bawa baby nih ceritanya, gmn ya di sana aman kah bw baby 5 bulan? aku takut malarianya…

    • Halo mba, maaff banget nih baru bales. Jadi udah ke Sumba nya mba? Saya waktu ke sana jarang lihat turis bawa bayi sih, jadi mungkin nggak bisa jawab juga. Maaf yaa

  14. Numpang iklan..
    Untuk teman2 yg ingin jalan2 ke Sumba yg butuh mobil sewa bisa Hub sy Ke No 085253935335. Salam Kenal Robby Lay

  15. Hai aku Ricky Pramana Jaya, Trip Planner asal Sumbawa. Jika ingin berkunjung ke Sumbawa kawan2 bisa menggunakan jasa ku 🙂 tinggal kontak aja di 081931260880 (WA)
    atau jika berkenan silakan berkunjung ke instagram aku di : @rickypramanajaya untuk melihat keindahan pulau2 yang ada di Sumbawa. Terima Kasih, kak!
    Happy Holiday :))

Tinggalkan Balasan ke Inu Batalkan balasan