“Lo nggak mau nonton drama musikal macem Wicked gitu, Nu?”
Saya nggak kepikiran untuk memasukkan drama musikal ke dalam agenda saya selama di London, sampai teman saya Putri, yang waktu itu sedang melanjutkan sekolah hukumnya di sana, berkata demikian. Saya hanya menuliskan must-see-places-in-London seperti Buckingham Palace, Big Ben, dan Parliament House, waktu saya menyusun itinerary kira-kira harus kemana saja saya selama training (baca: jalan-jalan) di London. Jujur memang waktu itu saya belum tahu kalau pertunjukan drama musikal merupakan hiburan yang common di London, layaknya broadway di New York.
Hal itu baru saya sadari ketika saya sampai di London. Lebih spesifik lagi, ketika saya pertama kali menuju tube station. Di dinding stasiun bawah tanah, di dinding samping eskalator masuk / keluar stasiun, sederet poster iklan drama musikal terpampang nyata di sana. Sebut saja Wicked, Mamma Mia, Billy Elliot, We Will Rock You, Lion King, Phantom of The Opera, dan masih banyak lagi pertunjukan lainnya yang posternya terpampang di sana.
Wah, gue kudu harus banget nonton ini minimal satu show selama di London! Dan akhirnya saya menetapkan tekad yang kuat untuk menonton ini setiap malam selama weekdays saya di London. Karena toh di malam hari umumnya tempat wisata seperti museum juga sudah tutup. Namun setelah dihitung-hitung, cuma empat malam yang bisa saya manfaatkan karena ada farewell dinner yang diadakan setelah sesi training hari Kamis selesai.
Empat malam. Artinya cuma empat pertunjukan yang bisa saya tonton. Artinya saya harus memilih empat dari sekian banyak pertunjukan yang ada di London. Oh man, how am I gonna do this?! *lebay* Setelah tanya sana sini, tanya Putri, tanya rekan sesama trainee dari negara lain yang juga mengagendakan nonton drama musikal selama di London, dan tanya teman-teman saya yang lain yang pernah nonton drama musikal di sana, akhirnya pilihan saya jatuh kepada: Wicked, Lion King, Phantom of The Opera, dan Billy Elliot.
Sebelum bahas tentang show-nya, saya mau cerita sekilas tentang teater di London. Kalau di Jakarta yang bertebaran adalah mal, kalau di London gedung teater yang bertebaran. Buktinya empat show yang saya tonton diadakan di empat teater yang berbeda. *ya jelas lah ya* Dan tentunya teater di sana memiliki kualitas akustik yang mumpuni. Kalau tidak, mungkin tidak akan laku dipakai untuk drama musikal ya. Kalau di Jakarta, gedung teater yang kece paling Teater Tanah Airku yang ada di Taman Ismail Marzuki dan Gedung Kesenian Jakarta.
Ada yang pernah masuk ke dalam Teater Tanah Airku? Kalau nonton Laskar Pelangi Musikal di Jakarta tentunya pernah dong ya. Nah, kurang lebih seating layout gedung teater di London mirip seperti itu. Kebanyakan seating gedung teater di London terdiri dari 3 lantai. Yang di bawah disebut area stall, sedangkan yang di atasnya, baik yang tengah maupun yang paling atas, disebut area circle. Biasanya yang paling atas disebutnya grand circle. Saya sendiri waktu di sana memutuskan untuk mencoba nonton di tiap tingkatan supaya bisa membandingkan rasanya. Yah walaupun dengan konsekuensi ada tiket yang harus saya bayar dengan cukup mahal hahaha. *tertawa miris*

Seating plan Victoria Palace Theatre
(sumber: https://www.victoriapalacetheatre.co.uk/Online/)
Terus harganya gimana? Range harganya sendiri sangat luas, mulai dari £20-an sampai £60-an. Lalu setting harganya sendiri sedikit berbeda dengan di sini. Kalau di sini biasanya kan satu area dijadikan satu kelas, misalnya kelas silver, dan semua kursi di kelas silver itu harganya sama, meskipun ada yang view-nya persis tengah panggung atau view dari pinggir. Kalau di sana, cuma beda beberapa kursi harganya bisa beda. Misalkan untuk grand circle, harga untuk kursi C3 yang di pinggir dengan kursi C10 yang agak ke tengah bisa berbeda, walaupun masih sama-sama di wing sebelah kanan. Jadi ketika akan membeli tiket, kita akan ditunjukkan pilihan kursi yang masih tersedia dan informasi harga tiket untuk kursi itu berapa.
Nah untuk tiketnya sendiri bisa dibeli online atau langsung on the spot. Kalau mau beli online biasanya paling lambat H-1. Kalau mau beli tiket pas hari H, langsung ke gedung teaternya. Ada juga booth penjual tiket berbagai pertunjukan. Dan kata teman saya kalau beruntung bisa dapat harga diskon kalau beli di booth penjualan itu pas hari H terutama kalau sudah mau dekat jam pertunjukan. Tapi saya belum coba sih beli di booth penjual tiket itu, soalnya saya nggak mau ambil risiko, entah kenapa takut kena tipu hehehe.
Oke, sekarang saya akan coba review sedikit masing-masing show yang saya tonton.
Wicked
Untuk penyuka drama musikal, pasti tahu Wicked, atau paling tidak pernah dengar drama musikal berjudul Wicked. Wicked bercerita tentang persahabatan yang tidak biasa antara dua orang siswi sekolah sihir, yaitu Glinda, si gadis cantik dan populer di sekolah, dan Elphaba, the misfit green girl. Namun sayangnya setelah bertemu dengan The Wonderful Wizard of Oz, persahabatan mereka harus berakhir karena mereka memilih jalan hidup sihirnya masing-masing.
Bagi yang belum pernah menonton drama musikal, atau tidak begitu suka tapi penasaran dengan drama musikal, menurut saya Wicked adalah pilihan yang aman dan recommended. Plot cerita yang ringan, banyak selingan bumbu komedi, dan lagu-lagu yang cenderung pop, membuat Wicked lebih bisa dinikmati banyak orang.
Lion King
Siapa di sini yang tidak tahu film Lion King? Kalau ada yang tidak tahu, kalian keterlaluan!! *drama* Lion King musikal ini jalan ceritanya persis seperti film Lion King. Lalu kalau jalan ceritanya sama yang dinikmati apanya dong? Banyak! Selain nostalgia dengan filmnya tentunya, kita bisa menikmati nyanyian dan tarian yang tidak ada di filmnya. Tapi yang paling menarik buat saya justru propertinya.

Propertinya Lion King musikal keren!
(sumber: http://www.london-theatreland.co.uk/)
Bukan karena film ini tokohnya hewan semua lantas pemainnya serta merta memakai kostum binatang kayak badut. Mungkin foto di atas cukup jelas menggambarkan maksud saya. Pemeran jerapah menggunakan kepala leher panjang dan egrang supaya terlihat tinggi mirip jerapah. Pemeran cheetah bukannya menggunakan kostum cheetah, tetapi dia menggerakkan properti cheetah dengan tongkat seperti wayang. Kemudian antara kepala cheetah dan kepala pemerannya dihubungkan kawat sedemikian rupa sehingga jika kepala pemerannya mendongak maka kepala cheetah-nya juga ikut mendongak. Sedangkan untuk pemeran singa seperti Simba, Nala dan lainnya, mereka menggunakan semacam topeng singa sebagai mahkota di kepalanya. Bagaimana tim kreatif Lion King musikal ini mem-portray tokoh hewan di film ke dalam kostum dan properti yang digunakan inilah yang diluar ekspektasi saya. Empat jempol deh saya acungkan buat propertinya!
Phantom of The Opera
Mungkin bisa dibilang Phantom of The Opera adalah drama musikal paling terkenal. Tetapi sejujurnya saya kurang suka dengan Phantom of The Opera. Ceritanya sendiri tentang “hantu” gedung opera yang membantu seorang gadis pemain opera untuk mengejar mimpinya. Bukan ceritanya yang membuat saya kurang suka dengan Phantom of The Opera. Alurnya yang cukup lambat, juga nyanyiannya yang lebih ke arah seriosa dan lagu-lagu yang mirip dan berulang, itu yang membuat saya agak bosan menontonnya. Dan (mohon maaf nih buat fans-nya) saya sempat tertidur pas salah satu lagu sedang dinyanyikan hehehe. 😳
Billy Elliot

Poster drama musikal Billy Elliot
(sumber: http://www.vocalperformanceacademy.co.uk/news.html)
Awalnya saya tidak tahu Billy Elliot itu siapa dan bercerita tentang apa. Namun karena teman saya Putri bilang kalau teman-temannya yang pria umumnya lebih suka Billy Elliot untuk drama musikal, ditambah dengan posternya yang cukup menggambarkan sisi dance-nya, akhirnya saya memutuskan Billy Elliot sebagai show drama musikal terakhir yang akan saya tonton selama saya di London. And it turned out that I like it!
Billy Elliot sendiri bercerita tentang seorang anak laki-laki yang berjuang mengejar mimpinya yang tidak biasa. Seorang Billy yang awalnya mengikuti kelas tinju, namun tiba-tiba menemukan passion-nya di dunia tari setelah tidak sengaja masuk ke kelas balet. Passion yang tidak biasa mengingat background setting cerita ini adalah sekitar tahun 80-an, masa di mana seorang laki-laki yang menari adalah sesuatu yang tidak biasa. Yang membuat saya suka dengan Billy Elliot adalah setting ceritanya yang tidak terlalu khayal, lebih dekat dengan kehidupan sehari-hari, lucu dan juga inspiratif sehingga bisa membuat penonton tertawa dan juga terharu, ditambah dengan teknik menari yang ditonjolkan di show ini. The storyline was enjoyable, and the dancing technique made me go wow. That’s why I like it!
Well, itu tadi cerita pengalaman saya kabur nonton drama musikal di London dan review saya terhadap empat show yang saya tonton di sana. Memang sih pasti ada yang setuju dan tidak setuju. Namanya juga selera, hehehe. Namun satu hal, kalau kamu punya kesempatan untuk travelling ke London, cobain deh nonton drama musikal minimal satu saja. Di sana nonton drama musikal itu sudah seperti di sini nonton bioskop. Semacam umum orang pulang kerja lanjut nonton pertunjukan drama musikal. So practically you’re being local by watching it. 😀 Afterall, I think we all need some (musical) drama while in London. 😉
Notes:
Foto-foto pertunjukan saya ambil dari internet karena pada saat show berjalan pengunjung dilarang untuk mengambil foto, even menggunakan kamera ponsel.
Pertunjukan drama musikal yang sedang tayang di London tidak selalu sama dari waktu ke waktu. Bisa saja ketika kamu pergi ke London setelah membaca postingan ini, Lion King musikal sudah tidak tayang lagi di sana, misalnya.
Wicked: http://www.wickedthemusical.co.uk/wicked-london.asp
Lion King: http://www.thelionking.co.uk/
Phantom of The Opera: http://www.thephantomoftheopera.com/london
Billy Elliot: http://billyelliotthemusical.com/