6 Hari Keliling Flores dan Taman Nasional Komodo

Overland Flores & Taman Nasional Komodo

Overland Flores & Taman Nasional Komodo

Sebenarnya perjalanan ini sudah sekitar 2 tahun yang lalu dilakukan, tepatnya bulan November 2012. Itinerary ini juga sudah di-share ke beberapa teman yang pernah minta ke saya, bahkan sudah ada yang minta waktu perjalanan ini masih dilakukan. Biasa, efek postingan foto-foto di media sosial selama dalam perjalanan ini bikin teman-teman ngiler untuk melakukan perjalanan yang sama.

Tapi karena obrolan akhir-akhir ini dengan beberapa teman yang mau bertemu si naga asli Indonesia, saya jadi kepikiran buat posting itinerary perjalanan saya dan teman-teman saya, Sandy, Bita, dan Gita. Siapa tahu ada yang tertarik untuk melakukan perjalanan yang sama. Dan inilah perjalanan kami, 6 hari keliling Flores dan Taman Nasional Komodo!

Hari Pertama

Maumere, here we come! Kami mengawali perjalanan kami dari sisi timur pulau Flores. Kami bertolak dari Bandara I Gusti Ngurah Rai Bali sekitar pukul 13.30 menggunakan pesawat Wings Air, dan tiba di Bandara Frans Seda Maumere 2 jam kemudian. Sesampainya di Maumere, kami dijemput oleh guide kami, yang sudah kami hubungi sebelumnya. Dari bandara, kami langsung berkendara menuju penginapan kami di daerah Moni, Bintang Lodge.

Hari Kedua

Kami bangun jam 4 pagi demi mengejar sunrise di Kelimutu. Yeah, you know, the famous Danau Tiga Warna, yang gambarnya ada di uang pecahan Rp 5000 di tahun 90-an itu. Setelah puas menghirup udara segar untuk mengganti napas boros kami karena jalan menanjak ke puncak Kelimutu yang bikin napas ngos-ngosan, kami kembali ke penginapan.

Sunrise di Danau Kelimutu

Sunrise di Danau Kelimutu

Setelah beres sarapan dan bersiap-siap, kami masuk mobil untuk menuju destinasi berikutnya. Mobil pun berjalan, tapi tak sampai setengah menit mobil kami berhenti. Ternyata spot berikutnya terletak sangat dekat dari Bintang Lodge, yaitu air terjun Kolorongo. Kolorongo dalam bahasa setempat artinya kepala kambing. Entah mengapa air terjun ini dinamai kepala kambing. Air terjun Kolorongo ini tidak terlalu besar, tapi mudah untuk diakses karena letaknya yang tidak jauh dari pinggir jalan besar.

Air terjun Kolorongo

Air terjun Kolorongo

Kami pun melanjutkan perjalanan melewati kota Ende. Sebenarnya di kota Ende ini ada situs yang menarik untuk dikunjungi, yaitu rumah pengasingan Bung Karno. Tapi sayangnya waktu kami ke sana, rumah pengasingan Bung Karno sedang direnovasi, sehingga kami hanya bisa memotret dari luar. Perhentian berikutnya adalah pantai batu hijau biru, yang terletak di daerah Penggajawa, dekat kota Ende. Sesuai namanya, di pantai ini bertebaran batu berwarna hijau dan biru. Konon batu-batu ini awalnya terletak di dalam perut bumi yang kemudian “dimuntahkan” ketika gunung yang ada di sekitaran kota Ende meletus. Terus batu-batu ini jadi salah satu komoditas ekspor Flores lho! Mostly diekspor ke Jepang untuk dijadikan bahan dekorasi bangunan.

Rumah pengasingan Bung Karno di Ende

Rumah pengasingan Bung Karno di Ende

Pantai Batu Hijau Biru

Pantai Batu Hijau Biru

Meninggalkan pantai batu hijau biru, kami bergerak menuju Riung. Rencananya kami akan berkeliling di Taman Nasional 17 Pulau Riung keesokan harinya. Malam itu kami menginap di hotel Pondok SVD Riung. Oh iya, ada fakta menarik di Riung. Karena keterbatasan suplai listrik, maka listrik di hotel ini nyala hanya dari jam 6 sore hingga jam 6 pagi.

Hari Ketiga

Hup! Bersemangat bangun pagi karena agenda hari ketiga diawali dengan island hopping di Taman Laut 17 Pulau Riung! Memang bangun pagi itu lebih sukarela dilakukan saat lagi pergi berlibur. Kalau tidurnya kelamaan, sayang waktu jalan-jalannya habis untuk tidur hihi. Taman laut ini dinamakan 17 Pulau bukan karena jumlah total pulaunya ada 17 pulau, tapi diambil dari tanggal kemerdekaan Indonesia. Jumlah pulaunya sendiri sih lebih dari 20 pulau, tapi diberi nama 17 Pulau supaya lebih mudah diingat dan lebih nasionalis.

Selama island hopping di 17 Pulau Riung, hanya 3 pulau yang kami hampiri, yaitu pulau Tiga, pulau Rutong, dan pulau Kalong. Pulau yang kami kunjungi pertama adalah pulau Tiga. Pulau ini dinamakan Tiga karena memiliki 3 bukit kecil. Waktu kami habis untuk snorkeling selama di pulau Tiga karena airnya yang sangat jernih. Di perairan yang dangkal dan tidak jauh dari pantai sudah bisa melihat berbagai jenis ikan dan koral warna-warni. Puas snorkeling, kami lanjut ke pulau Rutong. Berbeda dengan di pulau Tiga, di pulau Rutong ini waktu kami dihabiskan untuk bermain dan berfoto di pinggir pantai. Pantai pasir putih, air biru jernih, dan sangat sedikit manusia. Ah, berasa pantai (atau mungkin pulau) milik pribadi. Masih belum puas main di pantai pulau Rutong, tapi kami harus segera lanjut ke pulau ketiga, yaitu pulau Kalong. Sewaktu perahu mendekat ke pulau Kalong, ABK mematikan motor perahu. Kami bingung karena kami pikir kami akan merapat ke pulau. Lalu guide kami mengambil sebilah bambu panjang, lalu dipukulkan ke air sambil membuat suara gaduh. Mendadak kelelawar-kelelawar besar beterbangan keluar dari pulau Kalong. So that’s why this island named Kalong. Karena memang menjadi habitat para kelelawar besar, atau biasa disebut kalong. Dan memang ternyata main attraction di pulau Kalong ini adalah melihat ratusan, atau mungkin ribuan, kalong yang menjadi penghuni asli pulau Kalong.

Pantai Pulau Tiga

Pantai Pulau Tiga

Underwater view Pulau Tiga

Underwater view Pulau Tiga

kaburbentar goes to Pulau Rutong!

kaburbentar goes to Pulau Rutong!

Pasukan kalong dari Pulau Kalong

Pasukan kalong dari Pulau Kalong

Selesai berkeliling Taman Laut 17 Pulau Riung, perahu membawa kami kembali ke dermaga. Sesampainya di dermaga, kami segera kembali ke hotel, membasuh badan yang semakin menghitam karena sengatan sinar matahari yang terpampang nyata selama bermain di 17 Pulau Riung, dan kemudian bersiap untuk berangkat ke destinasi berikutnya. Destinasi utama kami adalah kota Bajawa, daerah tempat kami menginap di hari ketiga. Namun dalam perjalanan ke Bajawa, kami menyempatkan diri untuk mampir berendam air hangat di pemandian air panas Mengeruda, di daerah Soa. Air panas di pemandian ini berasal dari sumber air panas alami yang dialirkan oleh sungai kecil ke kolam-kolam air panas. Pertama kali nyemplung ke dalam kolam, airnya terasa panas sekali karena suhu udara di luar kolam terbilang dingin, mengingat Bajawa ini terletak di permukaan daratan yang cukup tinggi. Namun semakin lama air akan menjadi terasa hangat, dan berendam pun terasa menjadi lebih nikmat. Rasa capek setelah bermain-main di pantai pun langsung hilang dihajar oleh air hangat. Sayangnya karena senja sudah menjelang, kami cuma bisa menikmati berendam air panas selama sekitar setengah jam.

Selesai berendam, mengeringkan diri dan berganti baju, kami melanjutkan perjalanan ke kota Bajawa yang sudah tidak jauh lagi dari pemandian air panas di Soa tadi. Malam itu kami menginap di Villa Silverin. Kami ditempatkan di kamar yang menghadap timur, katanya supaya kami bisa menikmati matahari terbit. Sayangnya karena pintunya langsung menghadap keluar hotel, cukup banyak serangga bertebaran di area luar kamar.

Hari Keempat

Benar kata pengelola hotel, kami bangun disambut sinar matahari pagi. Udara yang dingin dan sinar matahari pagi memang kombinasi yang pas untuk menikmati pagi, apalagi ditambah dengan nikmatnya roti dan secangkir teh hangat, disertai obrolan dengan teman seperjalanan. Jauh lebih nikmat dibandingkan mengunyah roti di depan komputer kantor. *curcol*

Kami pun bergegas untuk melanjutkan perjalanan. Tujuan pertama pagi itu adalah kampung adat Bena. Yak, setelah kemarin bermain di alam, saatnya melakukan wisata budaya. Kunjungan ke kampung Bena ini sangat berkesan buat saya karena tidak hanya menikmati pemandangan alamnya saja, tapi juga belajar adat dan budaya di kampung yang masih dijaga orisinalitasnya ini. Selain belajar soal adat dan budaya, kamu juga bisa beli kain tenun untuk kenang-kenangan. Selain kain tenun, ada juga kayu manis, cengkeh, parang dan berbagai aksesoris khas penduduk setempat. Oh iya, di pos penjaga kampung adat Bena terpampang statistik wisatawan. Dari statistik itu terlihat bahwa wisatawan lokal jauh lebih sedikit dibanding wisatawan asing. Agak sedih ya.

kaburbentar goes to Kampung Bena!

kaburbentar goes to Kampung Bena!

Selesai dari kampung adat Bena, lanjut ke Labuan Bajo! Labuan Bajo ini “pintu masuk” utama untuk ke TN Komodo. Selama perjalanan dari Bajawa ke Labuan Bajo, kami sempat mampir ke beberapa tempat untuk berfoto ria, yaitu Danau Ranamese, sawah teras, dan sawah cancar. Sawah teras mungkin bukan menjadi hal yang baru untuk dilihat, karena dari SD kita sudah dikenalkan dengan konsep sawah terasering. Yang menarik adalah sawah cancar. Sawah cancar ini tidak berbentuk kotak-kotak seperti lazimnya bentuk sawah yang kita kenal, melainkan berbentuk seperti jaring laba-laba. Katanya konsep sawah seperti ini mencerminkan keadilan dalam pembagian area sawah. Jadi kepala desa akan duduk di tengah sawah, lalu penduduk desa akan duduk melingkar dengan jarak yang sama antara satu sama lain, lalu kepala desa akan menarik garis dari tengah menuju titik masing-masing penduduk. Dengan demikian, pembagian area sawah menjadi lebih adil dengan area sama luas untuk tiap penduduk.

Penampakan Danau Ranamese dari kejauhan

Penampakan Danau Ranamese dari kejauhan

Sawah teras

Sawah teras

Jaring laba-laba raksasa a.k.a sawah cancar

Jaring laba-laba raksasa a.k.a sawah cancar

Setelah perjalanan yang cukup jauh, kami akhirnya sampai di penginapan kami di Labuan Bajo sekitar jam 7 malam. Dan malam itu kami menginap di Hotel Jayakarta! Woohoo! Rasanya malam itu menjadi malam paling mewah kami sepanjang Flores trip ini hahaha.

Hari Kelima

The highlights for Day 5 are…. Pink Beach and komodo dragon! Pagi itu kami check out dari hotel Jayakarta, lalu diantar menuju pelabuhan. Check out? Yup, malam itu kami akan menginap di kapal. Kapal yang kami gunakan bagus dan nyaman meskipun tidak mewah. Tepat di bawah dek, ada 4 bilik yang dilengkapi kasur, bantal, kipas angin, dan juga colokan listrik. Nyaman untuk tidur sambil ngecas gadget. 😀

Penampakan dek kapal kami berlayar di TN Komodo

Penampakan dek kapal kami berlayar di TN Komodo

Bilik tidur untuk menginap di kapal

Bilik tidur untuk menginap di kapal

And then we sailed our way to Komodo Island!  Sebelum menuju Pink Beach, kami mampir ke manta spot untuk lihat pari manta. Sesampainya di manta spot, ada perahu lain yang sampai duluan sebelum kami, dan salah satu ABK-nya berteriak, “Manta! Manta!”. Kami pun buru-buru mengenakan peralatan snorkeling (mask, snorkel, dan fin) dan loncat ke laut dari atas kapal. Tapi sayangnya pari manta yang dimaksud sudah pergi entah kemana. 😥

Dalam episode: Mencari Manta yang Hilang di TN Komodo

Dalam episode: Mencari Manta yang Hilang di TN Komodo

Lalu kami lanjut ke Pink Beach. Pink Beach ini terletak di salah satu sisi Pulau Komodo. Kapal kami tidak merapat ke pinggir pantai ketika di Pink Beach, karena tidak jauh dari bibir pantai sudah banyak terumbu karang. Sehingga kami harus berenang dari area kapal berhenti untuk mencapai pantai. Ya sekalian snorkeling lah. Dan kami pun bermain di sepanjang pantai seakan-akan belum pernah melihat pantai (padahal baru saja dari Riung :D). Pink Beach ini memang terlihat warna pink dari kejauhan, tapi kalau dilihat lebih dekat terlihat campuran antara butiran pasir putih dan butiran berwarna merah. Jadi butiran berwarna merah ini sebenarnya adalah pecahan red coral yang terbawa oleh ombak ke pinggir pantai. Campuran antara pecahan red coral dan pasir putih inilah yang membuat pantai terlihat berwarna pink.

The legendary Pink Beach Komodo!

The legendary Pink Beach Komodo!

The reason why they call it Pink Beach

The reason why they call it Pink Beach

Beres bermain di pantai, kami berenang kembali ke kapal. Kapal pun berlayar ke sisi lain Pulau Komodo yang memiliki dermaga, sembari kami mengeringkan diri dan ganti baju di kapal. Kami turun ke dermaga begitu kapal bersandar, dan dimulailah perjalanan trekking kami di Pulau Komodo. Ada 4 jalur trekking di Pulau Komodo, yaitu short trek, medium trek, long trek, dan adventure trek. Kami memilih medium trek, dengan waktu tempuh sekitar 1,5 – 2 jam berjalan kaki. Cukup puas trekking dengan jalur medium trek, sudah bisa melewati area hutan, perbukitan dan juga pantai. Tidak begitu banyak komodo yang kami temui di Pulau Komodo. Tiap komodo yang kami temui pun umumnya sedang dalam keadaan diam. Tapi kata ranger yang menjadi guide trekking kami, berdiam diri adalah trik komodo untuk menangkap mangsa. Dengan berdiam diri, mangsa akan mengira komodo sedang tidur sehingga akan merasa aman untuk berkeliaran di dekat komodo. Di saat mangsa lengah itulah, komodo akan menyergap dengan cepat mangsanya.

Komodo National Park is a world heritage site!

Komodo National Park is a world heritage site!

Trekking di Pulau Komodo

Trekking di Pulau Komodo

The legendary Varanus komodoensis

The legendary Varanus komodoensis

Selesai trekking, kami kembali ke kapal dan kemudian melanjutkan pelayaran ke Pulau Rinca. Hari sudah malam ketika kapal kami sampai di dermaga Pulau Rinca. Malam itu kami menginap di kapal yang bersandar di dermaga Pulau Rinca.

Hari Keenam

Bangun pagi, ganti baju, langsung naik ke dermaga untuk masuk ke Pulau Rinca! Sama seperti Pulau Komodo, trekking di Pulau Rinca bisa dilakukan melalui beberapa jalur, short trek, medium trek, dan long trek. Kami menempuh jalur medium trek dengan waktu tempuh sekitar 2 jam. Suasana trekking di Pulau Rinca kurang lebih sama dengan di Pulau Komodo. Yang membedakan adalah komodonya. Komodo di Pulau Rinca memiliki ukuran badan lebih kecil, lebih aktif dan lebih banyak. Sebenarnya sih jumlah komodonya tidak banyak berbeda, mungkin karena komodo di Pulau Rinca lebih aktif jadi lebih sering terlihat. Sesekali kami berpapasan dengan komodo yang sedang jalan-jalan pas trekking. Berbeda dengan komodo di Pulau Komodo yang lebih sering terlihat leyeh-leyeh.

Selamat datang di Loh Buaya a.k.a Pulau Rinca!

Selamat datang di Loh Buaya a.k.a Pulau Rinca!

Foto bareng (jauh di belakang) komodo!

Foto bareng (jauh di belakang) komodo!

Leyeh-leyeh sejenak di Pulau Rinca

Leyeh-leyeh dulu di Pulau Rinca

Setelah trekking, kami kembali ke kapal untuk berlayar kembali ke Labuan Bajo. Di tengah perjalanan kami mampir sebentar di Pulau Kelor untuk snorkeling dan bermain di pantai. Menurut kami, Pulau Kelor ini spot snorkeling yang paling bagus dari beberapa kali kita snorkeling selama trip overland Flores ini. Deretan koralnya padat dan sangat dekat dengan bibir pantai, jadi jarak antara badan kita saat snorkeling dengan ikan-ikan kecil pun hanya sekitar 30 cm. Jarang-jarang kan kita bisa snorkeling sedekat itu dengan koral dan ikan-ikan.

Pantai landai Pulau Kelor. Enak buat main air.

Pantai landai Pulau Kelor. Enak buat main air.

Bisa dekat-dekat dengan ikan pas snorkeling di Pulau Kelor!

Bisa dekat-dekat dengan ikan pas snorkeling di Pulau Kelor

Kemudian sesampainya di Labuan Bajo, kami dijemput oleh driver kami dan dibawa ke Gua Batu Cermin. Kenapa dinamakan Gua Batu Cermin? Karena terdapat butiran kristal dari garam menempel di bebatuan dalam gua yang berkilauan semacam cermin jika kena cahaya. Lalu hasil penelitian mengindikasikan bahwa gua ini dulunya berada di dasar laut. Well, cukup menjelaskan darimana butiran kristal itu berasal ya. Oh iya, ditambah lagi ada fosil ikan dan penyu yang menempel di dinding gua.

"Pintu" masuk Goa Batu Cermin

“Pintu” masuk Goa Batu Cermin

Kilatan "kristal" di bebatuan Goa Batu Cermin (area atas)

Kilatan “kristal” di bebatuan Goa Batu Cermin (bintik di area atas)

Selesai bertualang dalam gua bak National Geographic Traveler *azek*, kami menuju destinasi terakhir sebelum akhirnya ke bandara dan mengakhiri petualangan kami di Flores. Coba tebak apa? Toko oleh-oleh! Hahaha. Entah nama toko oleh-oleh ini apa, cuma tertulis “souvenir shop”. Tapi berhubung letaknya dekat bandara, dan nampaknya tidak ada toko oleh-oleh lain yang sebesar ini, jadi rasanya tidak akan sulit untuk minta diarahkan ke toko oleh-oleh ini. Dan akhirnya setelah selesai belanja, kami beranjak menuju bandara. Kami kembali ke Bali menggunakan penerbangan Transnusa pukul 16.30 dengan waktu terbang sekitar 1 jam.

Dengan demikian, berakhirlah perjalanan kami di Flores. An amazing journey, indeed! Ini adalah perjalanan kami pertama kali di Nusa Tenggara Timur yang memang kece itu. Dan Flores adalah pulau yang tepat untuk mengawali pengalaman traveling di Nusa Tenggara Timur. Buat kami perjalanan selama 6 hari adalah cukup untuk menjelajahi Flores, meskipun sebenarnya masih banyak tempat di Flores yang ingin kami kunjungi. Namun sepertinya dengan pace perjalanan yang seperti itu, perjalanannya mungkin akan terasa lebih melelahkan dan takut jadi tidak menyenangkan. Dan memang kami tidak bisa ambil cuti lebih panjang lagi sih hehehe.

Sebagian besar yang membaca tulisan ini pasti bertanya-tanya, siapa sih guide-nya? Namanya Teddy Aimbal. Saya menemukan nama Teddy di forum Lonely Planet ketika sedang mencari-cari info untuk guide trip Flores, dan dia direkomendasikan oleh bule Australia yang pernah di-guide oleh Teddy. Setelah membandingkan beberapa alternatif, pilihan kami pun jatuh ke Teddy. Pertimbangan utama: biaya. Biaya yang ditawarkan Teddy cukup masuk akal dan terjangkau, lebih murah dibanding alternatif lainnya, dan dengan cakupan destinasi yang beragam. Untuk trip 6 hari kami seperti di atas, waktu itu harganya Rp 14,5 juta untuk 4 orang, diluar tiket pesawat, makan siang, makan malam, dan tentunya oleh-oleh hehe. Jadi harga per orang Rp 3,65 juta. Waktu itu untuk pesawat kami habis sekitar Rp 2,8 juta. Ditambah biaya makan dan oleh-oleh, kira-kira kami menghabiskan sekitar Rp 7 juta per orang. Mungkin terlihat besar nominalnya, apalagi itu harga tahun 2012, tapi untuk pengalaman 6 hari di Flores, it’s totally worth it. Sebagai tips untuk mengurangi biaya, kamu bisa cari tiket promo untuk ke Bali, karena harga tiket pp Bali-Flores cukup stabil dan nampaknya jarang ada promo.

Kalau kamu mau ke sana dan di-guide oleh Teddy, kamu bisa menghubungi dia di teddyaimbal@yahoo.com. Atau kamu juga bisa mengunjungi situsnya di sini. Mungkin di situsnya dia sudah mencantumkan pakem trip untuk berapa hari, tapi tenang saja dia juga bisa arrange trip yang sesuai dengan ketersediaan waktu kok. Fleksibel lah.

Jadi, tunggu apa lagi? Ayo bertualang di Flores!

Geng Komodo!

Geng Komodo! (atas: Inu, Bita – bawah: Gita, Sandy)

Note:

Spot favorit kami selama overland Flores, dan menurut kami wajib masuk itinerary trip Flores, adalah Danau Kelimutu, 17 Pulau Riung, kampung adat Bena, Pink Beach, dan tentunya bertemu komodo. Kalau kamu punya waktu lebih banyak, kamu juga bisa berkunjung ke kampung adat Wae Rebo yang terpencil di atas pegunungan di kabupaten Manggarai.

*photo courtesy of Inu, Sandy, Gita, Bita

8 pemikiran pada “6 Hari Keliling Flores dan Taman Nasional Komodo

    • Halo mba Inesh, saya mas2 bukan mbak2 hehe. Kami nemu kontak travel guide nya langsung sih di lonelyplanet, dia yg arrange semua langsung nawarin paketnya incl. akomodasi dan mobil buat road trip nya. Waktu itu kami abis kira2 7-7.5jt per orang all in.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s